Utuh

dhani
2 min readNov 13, 2020
Flute player from Momoyogusa–Flowers of a Hundred Generations (1909) by Kamisaka Sekka. Original from the The New York Public Library. Digitally enhanced by rawpixel.

Selama ini aku merasa selalu kurang, ini mengapa aku membeli baju model terbaru, sepatu mahal, dan benda-benda bermerk terkenal. Aku berharap dengan memakai itu semua, apa yang kosong, apa yang hilang, akan jadi genap, akan jadi terpenuhi dan pada akhirnya membuatku merasa utuh. Perlu 34 tahun hidup, berkali-kali patah hati, kehilangan pekerjaan, dan terancam kelaparan untuk membuatku menyadari bahwa selama ini aku tak butuh apa-apa. Aku sudah selesai dan aku sudah utuh.

Aku hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Bagaimana jika aku tidak cukup layak? Bagaimana jika mereka tahu aku dari kampung? Bagaimana jika mereka tahu aku lahir dari keluarga biasa saja? Bagaimana jika mereka tahu kalau aku bukan lulusan universitas terkenal? Hidup dalam ketakutan, membenci kemiskinan, dan selalu dipaksa berpura-pura membuatku jadi palsu. Aku membeli benda mahal untuk menutupi kekurangan, aku membeli hal yang tak kubutuhkan agar terlihat hebat, benda-benda itu kini menghantuiku dengan penyesalan.

Aku tak butuh sepatu mahal untuk jalan kaki. Aku hanya butuh sepasang sepatu vans butut yang kubeli tujuh tahun lalu. Sepatu butut ini lebih nyaman dipaki daripada Air Jordan seharga jutaan rupiah. Memakai sepatu mahal untuk jalan 10 kilo adalah tindakan konyol. Bukan karena rasa sayang atau hemat, tapi sepatu mahal membuat pergelangan kakiku sakit. Kamu tak pernah tahu bahwa yang keren bisa saja bapuk dan yang butut bisa sangat nyaman di kaki.

Aku tak perlu banyak baju. Aku hanya butuh beberapa saja. Kukira pakaianku tak membuatku jadi lebih jenaka atau lebih pintar. Baju hanya punya fungsi untuk menutup tubuh, menjaga suhu, dan yang paling utama menyerap keringat yang terlalu. Tapi kukira dulu aku terus menerus membeli baju untuk membalas dendam kemiskinan. Bertahun-tahun memakai baju sisa saudara membuatku membenci diri, pakaian yang ada hanya itu-itu saja, dan rasa malu karena tak mampu mengganti gaya membuatku serasa hina. Kini aku hanya perlu baju yang longgar, celana pendek, dan aku siap berjalan kemanapun kamu mau.

Aku tak perlu pengakuan dari orang asing. Aku cukup dengan segala yang dimiliki saat ini. Aku tak didefinisikan oleh apa yang aku pakai, aku tak dikerdilkan dengan apa yang aku miliki, aku juga tak perlu malu mengakui kesalahan di masa lalu. Jika ada perubahan sikap antara aku dahulu dan saat ini, itu karena aku belajar untuk berkembang, mencari tahu, lantas belajar jadi lebih baik.

Aku tak butuh afirmasi dari seluruh orang, aku hanya butuh kepedulian dari beberapa orang yang aku sayang. Mereka yang tulus, yang tak pernah meledek penderitaanku, mereka yang ada saat aku sedih, mereka yang bergembira saat aku berjaya, mereka yang benar-benar peduli. Selebihnya aku tak perlu dengar, tak perlu pikirkan, dan jika memang nasib cukup baik, kelak aku akan punya kesempatan membalas ketulusan dan kepedulian mereka.

--

--

dhani
dhani

Written by dhani

Spinning tales with the remnants of broken hearts, because why waste good pain?

No responses yet