Tak Lagi Bisa

dhani
2 min readJun 17, 2021

Semalam karena lapar saya membuat Indomie Goreng dengan telur. Setelah tiga suapan, saya berhenti. Minum air banyak-banyak, sikat gigi, lalu menyisihkan sisa indomie tadi. Menunggu tidur, kepala saya berpikir tentang dua hal: Apakah makin tua? Tubuh tak lagi sekuat dulu?

Bertahun lalu saat masih mahasiswa di Jember, nyaris setiap malam saya biasa menghabiskan dua bungkus Indomie. Tadi malam setelah lewat 34 tahun, saya tak lagi bisa menikmati mie instan itu. Ada rasa pahit, lantas mual, dan saat menelan sepertinya tenggorokan saya jadi kaku. Singkatnya mie instan favorit saya itu tak lagi enak.

Tidak menikmati Indomie membuat sadar, ada hal-hal yang dulu kita sukai, kita nikmati, kini tak lagi sama. Makanan favorit yang dulu disantap setiap malam, kini hambar dan sesak rasanya. Hobi mengoleksi benda yang diharapkan bisa menaikkan pamor, kini terasa tak berguna. Kita makin dewasa, nilai berkembang, dan kukira ini tanda kita makin matang.

Hal lain yang tak kita sadari adalah makin tua kita hidup, makin kecil lingkar pertemanan, makin sederhana standar kebahagiaan, dan makin mudah memahami orang lain. Kita tak lagi marah akan hal-hal yang sepele. Oke, mungkin tidak semua orang seperti ini. Tapi bertambahnya usia membuat kita memeriksa ulang nilai-nilai dan akhirnya memahami, tak semua orang suka padamu.

Saya menyukai Indomie karena ia mudah dibuat, murah, dan gampag diakses. Kini dengan bertambahnya penghasilan, kesadaran akan apa yang dikonsumsi, dan pemahaman akan nilai tubuh. Saya memilih makanan apa saja yang perlu dikonsumsi, apa yang dijauhi, dan apa yang harus dilakukan untuk membuat tubuh lebih sehat.

Mungkin tubuh saya berubah. Indra perasa tak lagi bisa mentolerir bumbu olahan Indomie. Atau mungkin saat ini saya sedang sakit, jadi setiap makanan yang ada jadi terasa hambar. Sejak pindah ke Jogja, saya lebih banyak makan sayur dan buah. Tubuh jadi lebih bugar, mood lebih baik, dan belakangan menyadari jika apa yang kita makan itu mempengaruhi kondisi mental.

Perihal makanan, bukan hanya selera lidah yang berubah terhadap Indomie, tapi juga makanan lain. Dulu saya membenci pare, tak suka sayur, menjauhi ikan laut, atau selalu makan sesuatu yang digoreng. Belakangan saya suka sekali pare, selalu lebih banyak sayur daripada nasi, jika ada ikan laut selalu jadi prioritas lauk.

Dulu selalu bingung, kenapa bapak dan ibu suka sekali tumis pare dengan teri. Kenapa makanan pahit disandingkan dengan sesuatu yang asin. Tidak paham juga kenapa nenek suka sekali makanan rebus, tidak suka makan nasi, dan banyak ngemil timun. Belakangan, jadi paham. Setelah tahu manfaat sayur, dampak buruk nasi, kini makanan yang dikonsumsi tak lagi sama.

Saat ini makan sayur, buah, dan olahraga tak lagi perkara untuk menjaga tubuh lebih bugar atau ingin sehat. Apa yang kita makan bisa mempengaruhi mood dan kondisi mental. Apa yang dilaukan setiap hari, rutinitas yang dijadwalkan, punya dampak baik pada tubuh. Mungkin hidupku tak lagi sama dan itu tak apa.

--

--

dhani
dhani

Written by dhani

Spinning tales with the remnants of broken hearts, because why waste good pain?

No responses yet