Pagi ini aku belajar bahwa tidak semua perpisahan harus ditangisi. Tidak semua penolakan harus jadi alasan menderita. Beberapa mendorongmu untuk jadi lebih baik. Beberapa membuatmu memilih untuk lebih baik. Barangkali hidup hanya perkara melihat sesuatu dari sudut yang berbeda.
Klise memang. Dalam tragedi, dalam kekecewaan, lebih mudah memeluk diri sendiri, menganggap diri yang paling korban, yang paling menderita. Sementara berupaya untuk duduk tenang, berpikir, merasakan, dan membiarkan penderitaan jadi bahan bakar untuk belajar, sepertinya sangat susah. Susah, bukan mustahil.
Ada banyak muslihat untuk menghadapi hidup. Kamu bisa berdiri tegak menantang dengan segala resiko. Kamu bisa sembunyi menunggu waktu yang tepat untuk melawan. Kamu bisa diam bersabar mengumpulkan segala keberanian. Kamu bisa pergi jauh untuk mencari kesembuhan. Segalanya sah. Kamu sedang berusaha untuk bertahan hidup.
Memprioritaskan diri bukan hal yang egois. Mengutamakan diri untuk bisa hidup, untuk bisa bertahan menghadapi yang tanda tanya. kamu tak perlu takut dibilang pengecut. Kamu tak perlu khawatir dibilang penakut. Bertahan hidup kadang perkara bagaimana kita cermat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Lakukan apapun yang bisa membuat hatimu sembuh. Lakukan apapun yang bisa membuatmu hidup satu hari lagi.
Tidak ada pilihan yang salah saat itu berkaitan dengan kemampuan bertahan hidup. Ketika kamu memutuskan pergi, memulai hidup baru di tempat baru keadaan akan jadi lebih sulit. Kamu akan bertahan. Kamu tak punya pilihan. Kamu hanya punya waktu sedikit untuk beradaptasi. Kamu harus membuat teman baru, membuat suport system baru, mempersiapkan segala hal sendirian.
Tapi kamu akan belajar lebih keras. Kamu akan bertahan lebih lihai. Siasat untuk menghadapi yang tanda tanya. Setiap hari adalah usaha baru, usaha untuk membuat dirimu berharga. Kamu akan menyadari hidupmu berharga dan tak akan pernah lagi memohon untuk orang lain. Kamu akan sadar bahwa hidup terlalu penting untuk dilewatkan dengan mengemis.
Kamu akan belajar untuk jadi anak-anak, seperti bayi, yang saat belajar berjalan akan sering jatuh. Ia akan menangis merasakan sakit, merangkak, berdiri dan coba berjalan lagi. Ia akan terus jatuh dan bangun, jatuh dan menangis, jatuh dan kelelahan, tapi pada akhirnya kerja keras, tekad, dan kegigihan akan membuatnya berjalan tegak. Kelak, saat kamu sudah mampu berlari lebih cepat, kamu akan bersyukur tak menyerah saat pertama kali jatuh.
Kamu akan belajar memaafkan dari anak-anak. Mereka yang bertikai hari ini, akan sibuk bermain dan bergembira esok hari. Mereka yang menangis dan disakiti, akan tetap bergurau esok hari. Hidup terlalu bernilai untuk dijalani dengan amarah dan dendam. Beberapa pertikaian, beberapa kemarahan, beberapa kebencian, hanya cukup untuk diingat sebagai pembelajaran, dan selebihnya diabaikan.
Hari ini aku bangun dengan sesak di dada. Barangkali aku harus belajar untuk jadi anak-anak. Belajar untuk merelakan yang tak bisa diperbaiki. Mengikhlaskan yang tak bisa diperjuangkan. Suatu hari nanti, saat dadaku tak lagi perih, saat dadaku tak lagi sesak. Aku ingin mencintaimu lagi. Hari ini pamrih terlalu kuat mencengkeram, seolah aku berhak dibahagiakan.