Pagi

dhani
2 min readJul 3, 2020

Aku belajar mengeja kekalahan saat kecewa pada nasib, yang seumpama belati, terlalu tajam menghujam jantung hingga berkali-kali. Aku minta ampun, tapi belati itu tak sedikitpun berhenti, malah semakin dalam menikam sehingga aku lupa bagaimana rasa sakit itu dan menikmati segala luka dengan khidmat.

Aku belajar mengeja kesunyian saat tertunduk jatuh dan mengiba pada keramaian agar ditinggalkan jauh. Aku coba sembunyi tetapi derai tawa dan gelegar kebisingan yang hingar bingar masih mampir. Percaya nasib barangkali tak lebih baik dari seekor katak yang belajar berenang dalam kubangan lumpur.

Aku belajar mengeja kebekuan saat terbangun dari mimpi saat subuh. Seperti tanaman yang menunggu kuncupnya mekar dicium matahari. Memunguti sisa harapan dan berharap bisa menggubah segala rentetan kisah kelam. Memperbaiki apa yang rusak serta memberinya warna-warna cerah agar tak perlu lagi menangisi yang sudah usai.

Aku belajar mengeja kemarahan saat tunduk patuh pada guru-guru yang tak mau salah merasa dirinya lebih tinggi dari pada tuhan. Sementara murid hanya hamba budak yang hina sehingga dalam hati kecilku mulai memelihara dengki sebesar gunung-gunung dan menunggu meletus dengan segala kehancurannya.

Aku belajar mengeja keterasingan saat dipaksa percaya bahwa tak ada kuasa yang lebih besar daripada selembar kertas bernama uang sehingga sepintar apapun pengetahuan yang kau yakini tak akan bisa merobohkan dinding bebal isi kepala manusia-manusia yang di otaknya hanya ada uang uang uang dan uang.

Aku belajar mengeja kesendirian saat harus menelan penolakan atas nama cinta. Dikhianati masa silam dan diri sendiri. Tak lagi percaya bahwa dalam hati manusia ada malaikat. Tak lagi bisa mengharungi kehidupan atas nama kasih sayang. Tapi apakah setiap hari kita harus jadi orang baik? Apakah kita tak bisa sekali aja menjadi jahat tanpa harus pura-pura?

Aku belajar mengeja ketakutan saat berlari menghindari kehidupan yang penuh masalah. Menyadari bahkan tuhan pun tak sanggup membantu. Aku berpaling pada akal, pada ketenangan semu, mengutuk segala yang gaib. Karena sebentar saja, aku tak ingin menderita, aku tak ingin merasakan sakit, dan menyerahkan diri untuk melupakan segala yang perih.

Aku belajar mengeja kematian karena tak mampu lagi berdamai dengan masa lalu. Menjalani kisah pahit, tak lagi percaya bahwa keadaan bisa diubah, sementara masa depan terlalu suram untuk dijalani sendirian. Aku ragu hingga percaya segala yang bernama kebersamaan adalah ketakutan-ketakutan tak masuk akal.

--

--

dhani
dhani

Written by dhani

Spinning tales with the remnants of broken hearts, because why waste good pain?

No responses yet