Kabar

dhani
3 min readJul 5, 2020

Apa yang kamu rasakan sekarang?

Aku merasa cemas. Tentang kondisi jiwa, tentang masa depan, tentang pekerjaan, tentang masa lalu, juga nasib yang akan datang. Aku merasa bahwa keadaanku hari ini jauh lebih baik dari beberapa bulan terakhir, tapi kecemasan itu selalu cerdik untuk mencari kelemahan, ia membuatku bertanya: sampai kapan aku akan berasa lebih baik?

Semalam aku tidur dengan menangis. Aku benar-benar ingin menangis. Ia membebaskan, membuat perasaan lebih lega, seperti beban besar di dada yang kamu bawa kesana kemari diangkat. Ia memberikan pengampunan, seperti membuat masalah besar yang kamu sadari demikian buruk, lalu kamu diberi kesempatan untuk memperbaiki diri.

Aku menangis karena menonton video youtube yang dibuat oleh Thoraya. Ia bertanya pada orang asing tentang apa yang mereka rasakan saat itu, sebenarnya apa kabarmu? Orang-orang asing ini kemudian terbuka bicara soal beban yang mereka rasakan.

Aku merasa sangat dekat, seperti diajak bicara oleh kawan lama yang memintaku jujur. Memintaku terbuka tentang beban yang aku rasakan. Dalam video itu orang asing ini membuka diri, menjadi rapuh, menjadi tulus, dan merayakan bahwa tidak baik adalah kewajaran. Bahwa dengan mengakui hidup demikian berat, bukan berarti kita gagal jadi manusia.

Kecemasanku mencapai puncak ketika ada seseorang yang berkata bahwa mengakui diri tak berdaya, lemah, dan membutuhkan bantuan membuatnya merdeka. Ia merasa bahwa saat-saat terkuatnya adalah ketika ia meminta bantuan kepada orang lain, bahwa ia tak mampu menghadapi masalahnya sendiri.

“Be strong enough to ask for help rather than being strong enough to face it alone”

Kadang kita berusaha keras untuk tampak baik-baik saja, padahal tidak. Kita berusaha tertawa, membuat lelucon, padahal dalam diri sendiri kita ingin menangis, menyerah, dan mengakhiri hidup. Atau saat kita merasa bahwa hidup orang lain lebih berat, kita menyisihkan beban sendiri, dan ingin membantu orang lain.

Kita kerap menganggap mengorbankan kebahagiaan diri sendiri untuk orang lain adalah sikap mulia. Kita tidak menyadari bahwa dengan mengabaikan diri sendiri, menganggap penderitaan atau kesedihan tidak penting, merupakan usaha mengabaikan hidup itu sendiri. Kelak ketika beban itu menumpuk terlalu banyak, meledak, dan tak tertangani kita akan menderita.

Kita kerap merasa bahwa keadaan buruk yang dialami akan terus terjadi. Bahwa penderitaan yang ada saat ini akan permanen. Tapi kita tahu itu tidak benar. Tidak ada penderitaan yang abadi, tidak ada kehilangan yang tak bisa dihadapi, tidak ada perpisahan yang tak bisa dilewati, semua butuh waktu, butuh proses.

Aku belajar bahwa kondisi buruk tidak akan permanen. Bahwa segala rasa perih yang kita alami saat ini, pelan-pelan akan mereda dan kita akan lebih kuat. Aku berhak memprioritaskan diriku sendiri. Aku berhak menjaga kondisi jiwa dan mentalku, termasuk dengan jalan menjauhi orang yang menyakiti dan menolak berinteraksi dengan mereka.

Aku percaya bahwa segala proses untuk jadi lebih baik berbeda dari satu orang dengan yang lain. Setiap perjalanan menjadi dewasa berbeda antara satu dengan yang lain dan aku tak perlu membandingkan diri sendiri. Aku menghadapi hidup dengan caraku sendiri dan setiap perasaan yang menyertainya valid.

Aku tak tahu cara menghadapi patah hati, rasa bersalah, rasa malu, dendam, dan amarah. Aku tahu bahwa hidup akan terus berjalan, entah dengan tidur di kamar mengasihani diri sendiri, atau berjalan dan menghadapi langkah demi langkah. Aku akan menemukan cara menjalani hidup seiring berjalannya waktu. Aku hanya butuh terus berjalan.

Kini aku merasa bisa menjawab apa yang aku rasakan.

Kamu apa kabar?

Aku merasa cemas pada usiaku yang sekian, aku masih belum memiliki rumah, baru saja putus dari tiga tahun hubungan dengan partner yang luar biasa baik, dan menghadapi pandemi dengan ketidakpastian. Aku takut pada akhirnya aku akan gagal dalam karir, dalam hidup, dan orang-orang melupakan keberadaanku.

Aku merasa takut. Aku takut bahwa apa yang aku kerjakan tidak punya dampak pada orang lain. Aku takut hidupku tidak punya manfaat bagi orang lain. Aku takut bahwa segala yang aku lakukan akan menjadi sia-sia. Aku merasa diriku terlalu sepele untuk jadi penting bagi orang lain. Aku merasa bahwa aku terlalu medioker untuk bisa memberi sesuatu pada yang lain.

Aku takut menjadi tua kesepian dan tak memiliki apapun untuk bisa diperjuangkan. Aku tak punya nilai untuk dibela. Aku tidak tahu bagaimana cara menjalani hidup dengan benar. Aku tidak tahu cara menghadapi hidup dengan layak. Aku masih menganggap komentar orang dan pendapat orang tentangku sebagai sesuatu yang besar.

Tapi hari ini aku merasa bahwa tuhan maha besar. Tuhan mengabulkan doaku. Ia memberiku kekuatan. Kekuatan untuk memaafkan diri atas apa yang aku lakukan di masa lalu. Kekuatan untuk belajar dari apa yang aku lakukan dan tidak mengulangi tindakan buruk di masa lalu.

Aku merasa tuhan sudah memberikan terlalu banyak. Aku malu untuk meminta lebih dari ini. Ia memberikan aku kesabaran, keikhlasan menerima, juga membantuku merelakan apa yang telah hilang. Tuhan telah menjaga dan mencintai orang-orang yang kusayang. Apalagi yang bisa kuminta?

Hari ini aku merasa lebih baik. Semoga kalian juga.

--

--

dhani
dhani

Written by dhani

Spinning tales with the remnants of broken hearts, because why waste good pain?

No responses yet