Hidup

dhani
3 min readJul 6, 2020

Kukira tidak bersamamu bukan pilihan. Aku baru menyadarinya justru ketika kamu sudah tidak ada.

Hal paling berat dari perpisahan kita adalah menyadari bahwa dalam hubungan ini aku paling tidak berusaha. Kukira ini bukan perkara siapa yang salah dan siapa yang benar. Ini soal kerja keras bersama untuk membuat hubungan bisa dilanjutkan. Ketika aku memutuskan pergi, kukira itu batas akhir kesabaranmu, sementara aku tak pernah menyadari betapa kamu sudah berkorban banyak.

Beberapa orang menganggap cara terbaik untuk dewasa adalah dengan belajar dari kesalahan. Aku tidak merasa apa yang kita lalui ini salah. Karena aku masih mencintaimu dan berharap kita bisa bersama. Keadaan memaksaku belajar, untuk menerima apa yang telah terjadi. Aku tidak menyesal kita bertemu kemudian saling menyakiti. Aku hanya berharap ada cara lain untuk mengakhiri hubungan kita.

Menangis adalah cara paling gampang untuk mengurangi rasa bersalah dan perih. Kukira kita paling jujur dan rapuh saat menangis. Ia adalah penanda bahwa apapun yang terjadi kita masih manusia dan bisa merasakan kepedihan. Aku juga percaya menangis adalah saat kita paling sadar betapa kita manusia. Ia jadi momen penting saat kita menyadari bahwa apapun yang telah dilakukan, kita tak bisa mengubah apa yang telah terjadi.

Hidup mengajarkanku untuk menerima keadaan seberat apapun. Saat aku kehilangan pekerjaan, aku kehilanganmu, dihajar pandemi, kehilangan waktu untuk bisa bertahan, kecemasan demi kecemasan hadir tanpa henti, dan aku dipaksa menghadapinya sendirian. Hari ini aku berdiri lebih tegak dari kemarin, mungkin masih sempoyongan, tapi aku lebih kuat.

Aku tak selalu kuat. Ada hari di mana aku ingin menyerah, menyatakan diri bahwa hidup tak layak dilanjutkan, atau bahkan menyakiti diri adalah cara paling benar untuk menghilangkan sesak di dada. Aku juga merasa bahwa aku tak layak diampuni atas apa yang aku lakukan di masa lalu. Aku tak layak diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Hari-hari itu muram seperti mendung yang menghadirkan hujan tanpa akhir.

Aku kemudian memutuskan untuk rela. Membiarkan diriku diombang ambingkan perasaan. Mengijinkan rasa pedih, kehilangan, cemburu, perih, dendam, amuk amarah, untuk mengambil panggung. Mereka bicara dengan suara lirih tentang kekecewaan. Setiap perasaan kuberikan waktu untuk merayakan dirinya sendiri. Dalam tubuhku. Dalam dadaku.

Aku merasa pedih karena tak bisa menerima kata-katamu, tapi aku juga merasa kehilangan dan tak bisa hidup tanpamu. Aku cemburu saat kamu bercerita tentang laki-laki lain, merasakan perih saat kamu menghakimi ketidakberdayaanku, dan merayakan dendam karena kamu menganggapku sebagai orang lemah yang tak mau berjuang.

Aku membiarkan amarah mengambil alih diriku, menulis apa yang ia mau, lantas menghapuskan hasilnya. Aku belajar untuk tidak membiarkan amarah keluar tanpa harus menyakiti orang lain. Aku kelelahan, lemah, tak berdaya karena terlalu banyak merasakan. Meski aku merasa demikian hidup, demikian lega, demikian tenang setelahnya. Kadang kamu harus membiarkan perasaanmu bicara dan kamu hanya perlu mendengar.

Hidup adalah apa yang terjadi saat kamu benar-benar merasakan seluruh emosimu. Aku tak percaya ini. Tapi perpisahan kita mengajarkanku untuk tak lagi menahan diri, menahan perasaanku, atau membuatku tampak baik-baik saja. Aku tak mau pura-pura, aku tak mau merasa baik saat aku sedang cemas. Aku tak mau tampak tenang saat aku sedang merasa sakit. Semua perasaanku valid dan aku tak ingin orang lain direpotkan.

Saat aku lemah dan tak berdaya, saat aku tak punya siapapun untuk diandalkan, aku menemukan jalan pulang pada Tuhan. Ia hadir dan memberiku kekuatan, memberiku rasa tenang, memberiku kekuatan untuk bisa melanjutkan hari, seperih dan segelap apapun. Aku percaya Tuhan punya rencana, aku tidak tahu apa yang Ia siapkan, tapi Tuhan tak pernah berhenti mengabulkan doaku.

Ia memberiku rasa lapang, ia menghentikan rasa cemas, ia memberikanku kepastian bahwa apapun yang terjadi hari ini, besok atau kelak, akan ada hari yang lebih baik. Aku hanya perlu percaya pada diri sendiri, memberikan yang terbaik, dan berusaha sebaik-baiknya. Aku kini berdoa agar diberikan kekuatan untuk mejalankan apa yang benar, diberikan jalan untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu, mendoakan yang terbaik untuk orangtuaku, dan berharap agar kamu bahagia.

Aku berharap saat ini kamu bahagia.

--

--

dhani
dhani

Written by dhani

Spinning tales with the remnants of broken hearts, because why waste good pain?

No responses yet