Hari Keenam belas

dhani
2 min readSep 26, 2020

Someone i miss.

Dia adalah matahari pagi, tepi laut, pasir putih, debur ombak, langit biru dan desir angin. Dia adalah rumah dengan banyak jendela, tembok putih, dan halaman penuh rumput. Dia adalah jalan panjang, tepi danau, mobil tua, dua puluh kilometer, dan kemacetan ibukota. Dia adalah piring saji, mangkuk bakso, dua nampan nasi, kulit ayam, usus goreng, dan sambal pedas. Ia timur jauh, kerja keras, biji kopi, air panas, dan terik siang.

Dia adalah wangi sambal, garlic oil, minyak pedas, jahe merah, wasabi, dan ubur-ubur. Dia adalah kopi tanpa gula, double espresso dengan es, milk tea boba, snack eceran, dan susu pisang. Dia adalah sudut kecil gereja, teras mushola, restu ibu, dan cinta ayah. Dia adalah arus balik, tiket pulang, lepas pantai, musim dingin, dan asin garam.

Dia benua yang lain. Dapur yang selalu penuh dengan piring kotor. Balada harian yang kamu dengar setiap musim dingin. Jejak kaki dari stasiun dan pondokan bersama. Mimpi akan hidup yang lebih baik, juga peradaban maju. Dia adalah mata yang teduh. Rumah yang kau cari setelah bekerja. Anak kesayangan. Keringat bayi. Kucing kecil dan burung parkit. Kicau perkutut dan gerbang besi.

Dia adalah air mata, penyesalan, kutukan, luka, dan sayatan panjang. Dia adalah apa yang aku rindukan menjelang tidur, kurindukan setelah bangun. Dia adalah apa yang aku pikirkan sebelum makan, yang kupikirkan ketika diam. Dia adalah apa yang berusaha aku lupakan, yang kucoba hapus tapi selalu gagal. Dia adalah tumpukan buku tua, foto polaroid, sketsa lukisan, dan penantian.

Kukira aku tahu segalanya tentang Dia. Malam ini aku sadar, aku tak tahu apapun tentangnya. Aku hanya rindu tidur memeluknya hingga pagi. Cinta itu sementara, melupakan selamanya.

--

--

dhani
dhani

Written by dhani

Spinning tales with the remnants of broken hearts, because why waste good pain?

No responses yet