A letter to someone, anyone.
Hai Dhan, apa kabar? Ini aku, sesak dari enam bulan yang lalu.
Aku masih ada di sini, di dada kirimu, di setiap perih yang kamu rasakan ketika merindukan dia. Aku senang hari ini kamu bangun lebih pagi, tidur lebih nyenyak, dan makan lebih banyak. Aku ingat kamu sempat turun berat badan karena tak makan berhari-hari, kamu menangis dan hanya bisa tidur di kamar. Melihatmu hari ini aku merasa mungkin kelak hidup akan lebih baik dari sekarang.
Bagaimana buku yang kamu tulis? Apakah ada perkembangan? Bagaimana dengan diet dan olahraga yang kamu jalankan? Apakah semakin membaik? Kukira, alih-alih berharap kurus atau menurunkan berat badan, kamu perlu memperbaiki niat. Jadi sehat itu hal yang utama, pandemi membuat kita jadi pemalas, kamu tak perlu direpotkan untuk harus kurus. Kamu perlu menjaga stamina, meningkatkan imunitas meski aku tak tahu kaitan antara olahraga teratur dan kesehatan tubuh. Tapi kamu jaga diri ya.
Aku tahu kamu masih sering mimpi buruk, masih sering terjaga di tengah malam, lantas tak bisa tidur setelahnya. Kamu juga masih minum obat pereda nyeri karena insomnia membuatmu migrain, meski belakangan sakit kepala itu makin berkurang. Aku senang kamu membuka diri, menulis setiap hari, dan merawat diri. Kamu yang merasa dunia sudah berakhir, pelan-pelan menemukan alasan untuk hidup. Untuk membaca buku, untuk menulis, dan untuk memasak untuk orang-orang yang kamu sayang. Bukankah ini perkembangan baik?
Kamu harus merelakan aku pergi Dhan, kamu tak perlu merawatku, sesak di dada kirimu. Kukira kamu sudah paham bahwa ada hal yang tak bisa diselamatkan sekeras apapun kamu berusaha. Seperti menggenggam bara yang melukai, kamu semestinya tidak meletakkan kebahagiaanmu pada orang lain. Mencengkeram mawar berduri hanya akan membuat tanganmu tersayat. Cinta seharusnya tidak melukai Dhan, semestinya kamu sudah paham ini.
Menyimpan kenangan semestinya jadi hal yang membahagiakanmu. Seperti mengingat pertama kali berenang di sungai, pertama kali membaca buku, pertama kali mendengar lonceng gereja, pertama kali membaca alif-ba-ta, hal yang membuatmu tersenyum saaat meningatnya, bukan yang menghancurkanmu, memangsamu dari dalam. Kamu harus merelakan yang tak ingin tinggal, kamu harus mengikhlaskan yang ingin pergi, dan jika nasib berpihak padamu, kelak ia akan kembali dan kamu akan bisa menemukan cinta yang sama.
Aku tahu, kadang yang paling sulit dari perpisahan bukanlah perihal merelakan, tapi memulai kembali. Aku tahu itu berat, tapi memang hidup seringkali seperti itu, saat kamu jatuh dan tersungkur, di titik paling rendah yang bisa kamu lakukan adalah merangkak, bangkit dan mulai memanjat naik. Kamu tak bisa berharap ada orang yang selalu membantumu, kamu harus mengandalkan dirimu sendiri dan itu tak apa.
Jika kamu menghabiskan waktumu berharap ada orang yang datang untuk mencintaimu, tanpa usaha, kamu hanya bermimpi. Jika kamu berharap bisa kembali tanpa memperbaiki kesalahan yang kamu buat, kamu hanya akan mengulang tragedi yang sama. Jika kamu berharap orang lain menderita karena kesalahan yang ia buat padamu, kamu mengizinkan orang itu untuk menyakitimu lagi. Yang bisa kamu lakukan saat ini adalah merelakan dan mendoakan kebaikan mereka.
Aku tahu ini berat Dhan, tapi enam bulan yang lalu kamu merasa hidupmu sudah berakhir dan kematian demikian dekat. Hari ini kamu bangun lebih pagi, memasak, dan baca buku. Kamu menemukan alasan untuk menanti hari senin. Kamu akan baik-baik saja.