Gegas

dhani
1 min readJun 6, 2022

Sore tadi aku bertemu psikolog, kepadanya aku bercerita, mungkin aku sedang jatuh cinta. Malam ini, empat jam setelah konseling, perasaanku kosong, aku hampa, sedikit cemas, usai menangis. Aku merasa tak berguna, tak berharga, dan mungkin tak akan bisa dicintai lagi.

Tapi aku tahu itu hanya residu. Perasaan yang membuatku seperti kulit lemper, sampah, dan hanya layak dibuang, cuma perasaan yang sementara. Esok pagi, setelah aku jalan kaki, minum dua gelas air putih, perasaanku akan membaik. Selalu begitu dan selamanya akan demikian.

Aku sedang jatuh cinta, atau aku hanya terobsesi. Batas antara cinta dan obsesi kadang setipis kulit bawang. Semakin kamu kupas, semakin membuatmu ingin menangis, dan jika tak hati-hati akan membuat tanganmu bau tengik.

Perasaanku rumit. Aku pikir aku mencintainya. Tapi bagaimana jika ini cuma rasa penasaran, yang membuatku ingin memilikinya. Lantas kelak, jika penasaran itu hilang, aku akan berhenti mencintainya, lari, lalu menyakiti perempuan ini. Perempuan baik dengan mata cemerlang yang membuatmu ingin menatapnya terus menerus.

Tapi perasaanku tulus. Atau kukira demikian. Aku ingin terus bersamanya. Seperti benalu, seperti parasit, seperti huma, seperti perigi, yang hadir, ada dan tidak perlu alasan. Barangkali cinta seperti itu. Barangkali obsesi seperti itu. Barangkali aku hanya kesepian.

Tapi aku ingin bersamanya. Aku ingin menghabiskan waktu bersamanya. Melakukan hal bodoh yang tidak perlu alasan. Seperti meniup udara, berbisik kata-kata asal, seperti mengusap keningnya, seperti mencium pundaknya, seperti segala hal yang ada padanya.

--

--

dhani
dhani

Written by dhani

Spinning tales with the remnants of broken hearts, because why waste good pain?

Responses (2)